Selasa, 23 Februari 2021

Kehidupan Masa Pra Aksara di Indonesia

 Assalamualaikum selamat pagi semua semoga semua dalam keadaan sehat yahhhh....jangan lupa tetap selalu menjaga protokol kesehatan 5M agar kita cepat terlepas dari zona orange yah....

pada materi sebelumnya kita telah mempelajari tentang manusia purba yang ada di dunia dan manusia perba yang ada di Indonesia saya harap kalian semua dapat memahami perbedaan antara manusia purba yang ada di dunia dan di Indonesia dari ciri ciri bentuk tubuhnya atau fisiknya dan dari cara mereka menjalani kehidupan atau non fisik, apakah ada kesamaan antara manusia purba yang ada di dunia dan ada di Indonesia???? dan bagaimana perbedaan dan kesamaan manusia purba yang telah di pelajari tadi dengan manusia modern yang berkembang di dunia saat ini, tentu saja itu semua di jawab nanti yah buat tugas akhir kita, saya harap kalian baca baca referensi tentang manusia purba tadi, dan saya harap kalian aktif bertanya yah...

pada materi hari ini kita akan mempelajari tentang kehidupan masa pra aksara yang ada di Indonesia mulai dari pembagian zaman pada masa pra aksara sampai tentang kebudayaan yang berkembang pada masa pra aksara. di harapkan setelah mempelajari materi hari ini sisawa dapat menjelaskan bagaimana kehidupan masa pra aksara di Indonesia mulai dari kehidupan sosial,ekonomi dan budaya.

Kehidupan awal masyarakat pra aksara di Indonesia


                                             Gambar Manusia Purba saat sedang berburu

- Pengertian masa praaksara

Pengertian masa praaksara telah kita bahasa pada sejarah Indonesia semester satu, tapi untuk mengingatnya kembali mari kita bahas lagi yah Zaman pra-aksara adalah zaman ketika manusia belum mengenal tulisan, ditandai dengan belum ditemu­kannya keterangan tertulis mengenai kehidupan manusia. Periode ini ditandai dengan cara hidup berburu dan mengambil bahan makanan yang tersedia di alam. Pada zaman pra-aksara pola hidup dan berpikir manusia sangat bergantung dengan alam. Tempat tinggal mereka berpindah-pindah berdasarkan ketersediaan sumber makanan. Zaman pra-aksara sering disebut juga dengan zaman nirleka. Nir artinya tanpa dan leka artinya tulisan. Zaman pra-aksara berakhir ketika masyarakatnya sudah mengenal tulisan. jadi jelas yah pada masa praaksara tidak ada bukti sejarah secara tertulis jadi bukti bukti sejarah pada zaman ini berupa benda benda peninggalan yang di gunakan pada manusia pada masa itu di antaranya artefak artefak dan fosil fosil.

                                Gambar Artefak salah satu sumber sejarah pada masa pra aksara

                                  Gambar fosil sala satu sumber sejarah pada masa praaksara


- Pembabakan Masa Pra-Aksara Indonesia
Pembabakan atau pembagian zaman masa pra-aksara Indonesia telah dimulai sejak 1920-an oleh beberapa peneliti asing seperti P.V. van Stein Callenfels, A.N.J. Th. van der Hoop, dan H.R. van Heekern. Pembabakan masa pra-aksara Indonesia didasarkan pada penemuan-penemuan alat-alat yang digunakan manusia pra-aksara yang tinggal di Kepulauan Nusantara. Para ahli arkeologi dan paleontologi membagi masa pra-aksara Indonesia ke dalam dua zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam. Pengetahuan tersebut diperoleh dari peng­galian dan benda purbakala dan fosil manusia Para ahli purbakala sepakat untuk membagi zaman pra-aksara di Indonesia menjadi zaman batu dan zaman logam. Zaman batu dibagi kembali dalam beberapa zaman berdasarkan kehalusan, bentuk, jenis, dan ukuran alat batu yang diciptakannya. Pembagian zaman batu tersebut, yaitu sebagai berikut :

                          Gambar pembagian zaman pada masa pra aksara berdasarkan alat yang 
                          mereka gunakan

a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum)

Berdasarkan temuan geologis, arkeologis, dan paleontologis, zaman batu tua diperkirakan berlangsung selama 600.000 tahun.
a) Penguasaan Teknologi
Selama kurun waktu tersebut, manusia hanya meng­gunakan alat-alat yang paling dekat dengan lingkungan hidup mereka seperti kayu, bambu, dan batu. Mereka menggunakan batu yang masih kasar untuk berburu binatang. Pada saat itu, batu juga berfungsi sebagai kapak yang digenggam untuk memotong kayu atau membunuh binatang buruan.
                                             Gambar Kapak dari zaman batu tua

b) Kondisi Sosial
Kehidupan manusia pendukung zaman ini masih nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kepindahan mereka bergantung pada daya dukung alam berupa tersedianya bahan makanan, terutama binatang buruan. Jika binatang buruan dan bahan makanan yang diambil dari hutan sudah habis, mereka akan mencari dan berpindah ke tempat yang lebih subur. Kegiatan seperti itu disebut peradaban food gathering atau pengumpul makanan tahap awal.
                                           Gambar kehidupan berburu pada masa batu tua

c) Manusia Pendukung
Berdasarkan temuan arkeologis, beberapa jenis manusia purba yang mendukung peradaban ini, diantaranya Meganthropus Paleojavanicus,Pithecanthropus Robustus, Pithecanthropus Mojokertensis,Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis, dan Homo Wajakensis.
d) Hasil-Hasil Kebudayaan
Benda-benda yang diperkirakan berasal dari zaman batu tua banyak ditemukan di Pacitan dan Ngandong, Jawa Timur. Ciri utama kebudayaan Pacitan adalah alat-alat dari batu bentuknya tidak bertangkai atau disebut kapak genggam. Kapak tersebut berfungsi sebagai chopper atau alat penetak. Alat-alat tersebut diperkirakan digunakan manusia jenis Pithecan­thropus Erectus. Kebudayaan Ngandong menghasil­kan alat-alat yang terbuat dari tulang binatang dan kapak genggam dari batu.

b. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)

a) Kehidupan Sosial
Ciri utama peradaban zaman ini adalah manusia pendukungnya telah bertempat tinggal menetap. Diperlukan waktu ribuan tahun untuk mencapai taraf hidup menetap. Para ahli ilmu purbakala menyebutkan bahwa zaman ini berlangsung kurang lebih 20.000 tahun silam. Manusia pada saat ini sudah mengalami kehidupan semi nomaden ,semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan Manusia pendukung zaman ini juga bertempat tinggal di gua yang disebut peradaban abris sous roche.

                                           Gambar kehidupan manusia purba di Goa

b) Hasil Kebudayaan
Alat-alat yang digunakan manusia pendukung masa mesolitikum mendapat pengaruh dari alat-alat yang sama di daratan Asia. Ciri utama kehidupan zaman ini adalah peninggalan sampah dapur yang disebut kjokkenmoddinger, hal ini dikarena kehidupan mereka yang semi nomaden sehinggan mendiami suatu tempat agak lama dan akhirnya membuat tumpukan sampah bekas makanan mereka. Peradaban ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatra, dari Aceh sampai Sumatra bagian tengah.
                                         

                                   Gambar tumpukan kerang sisa makanan manusia masa praaksara

c) Keberadaan Teknologi
Dari tempat sampah dapur tersebut, ditemukan juga kapak genggam yang disebut pebble. Mereka menggunakan batu pipih dan batu landasan untuk menggiling makanan serta membuat cat yang diper­kirakan ada kaitannya dengan kepercayaan mereka. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perempuan bekerja di rumah dan mendidik anak serta menyiapkan makanan.Adapun laki-laki dewasa berburu binatang dan menangkap ikan.

                                                        Gambar kapak zaman Mesolitikum
d) Manusia Pendukung
Manusia pendukung peradaban mesolitikum merupakan campuran bangsa-bangsa pendatang dari Asia. Manusia pendukung peradaban mesolitikum juga mengunakan flakes dan microlith atau batu-batu pipih, segitiga, dan trapesium yang ukuran­nya kecil.

c. Zaman Batu Muda (Neolitikum)

a) Teknologi
Ciri utama zaman batu muda adalah manusia telah menghasilkan makanan atau food producing. Menurut Dr. R. Soekmono, ahli arkeologi Indonesia, perubahan dari food gathering ke food producing merupakan satu revolusi dalam perkembangan zaman pra-aksara Indonesia.
b) Kehidupan Sosial
Manusia pendukung peradaban ini sudah bertempat tinggal menetap, bercocok tanam, beternak, mengembangkan perikanan. Dengan kata lain, telah mengembangkan kebudayaan agraris walaupun dalam tingkatan yang masih sangat sederhana. Manusia pendukung zaman ini membuat kerajinan, membuat aturan hidup bersama dalam satu komunitas.
                                                  Gambar kehidupan pada masa neolitikum
                                                      Gambar kapak pada masa neolitikum


c) Manusia Pendukung
Manusia pendukung kebudayaan neolitikum ialah Proto Melayu.Manusia Proto Melayu ini hidup pada ± 2000 SM. Prototipe manusia Proto Melayu sekarang masih dapat ditemukan pada ciri-ciri fisik Suku Sasak, Toraja, Dayak, dan Nias.Hasil kebudayaan dan peradaban manusia ini yang relatif sudah lebih maju dari pada zaman mesolitikum.
d) Hasil Budaya
Benda-benda yang berasal dari zaman batu muda dikembangkan menjadi peralatan yang lebih halus. Pada masa ini sudah mulai muncul adanya kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang disebut animisme dan dinamisme. Hal ini dapat dilihat dari adanya peninggalan yang terkait dengan upacara ritual.

d. Zaman Batu Besar (Megalitikum)

a) Bidang Teknologi
Berdasarkan hasil temuan arkeologis, zaman megalitikum diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda sampai zaman logam.Ciri terpenting pada zaman ini adalah manusia pendu­kungnya telah menciptakan bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu.Bangunan-bangunan yang berkaitan dengan sistem kepercayaan mereka, di antaranya menhir, dolmen, sarkofagus (keranda), kubur batu, punden berundak, dan arca.

                                                           Gambar Dolmen atau meja batu

                                                                     Gambar Menhir

                                                                 Gambar sarkofagus
                                                          Gambar Punden berundak undak


b) Sistem Kepercayaan
Masyarakat pendukung peradaban zaman batu besar percaya kepada nenek moyang yang kali pertama mendirikan kampung tempat tinggal mereka.Untuk menghormati para nenek moyang tersebut, mereka mendirikan menhir yang berupa tiang atau tugu. Mereka mendirikan dolmen atau meja batu sebagai tempat meletakkan sesaji untuk arwah nenek moyang.Meja batu tersebut juga berfungsi sebagai penutup sarkofagus (peti kubur batu).Pemujaan terhadap arwah nenek moyang juga dilakukan pada punden berundak-undak atau bangunan tumpukan batu yang bertingkat. Mereka juga membuat arca batu sebagai simbol nenek moyangnya dengan tujuan yang sama.

e. Zaman Logam (±10.000 Tahun Silam)

Setelah melewati tahapan zaman megalitikum, sampailah manusia pra-aksara Indonesia pada zaman logam. Alat-alat yang terbuat dari batu dianggap tidak efektif lagi untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, alat-alat tersebut secara bertahap mulai ditinggalkan.
Teknologi yang Dihasilkan
Bijih logam mungkin sudah ditemukan pada zaman batu tua. Sementara pengetahuan untuk meleburnya menjadi lempengan logam, baru terbentuk pada zaman berikutnya. Adapun kemampuan melebur serta membuat alat-alat yang lebih fungsional (memiliki kegunaan praktis) baru tercipta setelah kepandaian membuat alat-alat dari batu mencapai puncaknya. Namun, tradisi penggunaan alat dari batu pun terus dipertahankan bersamaan dengan tradisi penggunaan alat dari logam.
Peradaban zaman ini menghasilkan kapak corong, candrasa (kapak corong yang salah satu sisinya panjang), nekara berukir yang berfungsi sebagai alat upacara, nekara yang tinggi panjang (moko), alat-alat pertanian, dan perhiasan. Zaman pra-aksara Indonesia tidak mengenal zaman tembaga, tetapi hanya mengalami zaman perunggu dan zaman besi.
Kehidupan Sosial
Melalui proses evolusi, peradaban pra-aksara Indonesia mengenal zaman logam, suatu zaman yang lebih maju dibandingkan dengan zaman batu. Dengan peralatan logam, kehidupan bisa berjalan lebih baik, usaha pertanian lebih produktif (memberi hasil).
Manusia Pendukung
Manusia pendukungnya Deutro Melayu yang hidup pada ± 300 SM.


Berikut adalah vidio tentang masa praaksara silahkan di simak vidionya bagi yang memiliki quota


demikianlah materi kali ini saya harap kalian dapat memahami materi kali ini jika ada yang belum di pahami saya harap untuk bertanya bisa melalui e learning atau via whatsapp

Rabu, 17 Februari 2021

PROSES MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

Assalamualaikum selamat pagi semua, bagaimana kabarnya hari ini, semoga semuanya dalam keadaan sehat....dan tentunya tetap semangat dalam belajar yah...

pada materi sebelumnya kita sudah mempelajari tentang teori teori masuknya islam ke Indonesia, ada banyak teori yah gaes tentang masuknya islam di Indonesia dan pada setiap teori memiliki buktinya tersendiri agar teori tadi menjadi kuat dan dapat di terima
pada materi hari ini kita akan mempelajari proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia, jadi setelah mempelajari materi hari ini di harapkan siswa siswi dapat menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia serta bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia,,, yuk gaes di simak materinya......

Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ketujuh, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad kesembilan, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.

Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).

Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu juga didasarkan pada berita dari Marco Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14), dan Nisan Kubur Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat dengan masa penyebaran ajaran tasawuf. Sebenarnya kita perlu memisahkan pengertian proses masuk dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut:

masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi);
masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16 Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui kerajaan-kerajaan Islam).


Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat dengan bukti- bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di Gujarat. Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf.

Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja- raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang- pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).


Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial. Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini :


1. Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina.
Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalah Pekojan.

2. Saluran Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.

Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).


3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh- tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.

4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid- muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.

Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama.
Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.


5. Saluran Seni dan Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara meyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).


6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Sanga. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.

Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut :
a. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
b. Sunan Ampel
c. Sunan Drajad
d. Sunan Bonang
e. Sunan Giri
f. Sunan Kalijaga
g. Sunan Kudus
h. Sunan Muria
i. Sunan Gunung Jati

Kerajaan Islam di Sulawesi

 Assalamulaikum selamat pagi semua, semoga dalam keadaan sehat pada materi sebelumnya kita mempelajari tentang kerajaan Islam yang ada di Ka...