Rabu, 28 April 2021

Kerajaan Islam di Sulawesi

 Assalamulaikum selamat pagi semua, semoga dalam keadaan sehat

pada materi sebelumnya kita mempelajari tentang kerajaan Islam yang ada di Kalimantan, nah pada materi hari ini kita akan mempelajari Kerajaan Islam yang ada di Sulawesi, ada apa saja kerajaan Islam di Sulawesi, mari kita pelajari

1. Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa Tallo merupakan kerajaan yang berasal dari 2 kerajaan bersaudara di Sulawesi. Dimana kerajaan ini berasal dari sebuah kerajaan penyembah berhala di Sulawesi Selatan yang berhasil mengadopsi agama Islam sebagai agama kerajaan. Lantas, bagaimana sejarah Kerajaan Gowa Tallo ini? Yuk simak beberapa ulasan berikut.

Kisah Tentang Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo yang terletak di Sulawesi Selatan ini berasal dari gabungan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Sebelum menyatukan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Talo, wilayah ini pada dasarnya berasal dari Tonangka Lopi, seorang Raja Gowa VI. Kemudian, raja tersebut membagi 2 wilayah untuk kediaman putranya yang bernama Batara Gowa dan Karaeng Loe Sero.
Batara Gowa melanjutkan masa pemerintahan ayahnya menjadi Raja Gowa VII setelah Tonangka Lopi meninggal. Sedangkan Karaeng Loe Sero akhirnya mendirikan kerajaan baru yang telah diberikan oleh ayahnya bernama Kerajaan Tallo. Kehadiran 2 saudara dalam satu wilayah ini menghadirkan perseteruan yang terus berlanjut.
Namun, kekalahan Kerajaan Tallo menyebabkan 2 wilayah ini kembali disatukan. Kesepakatan penyatuan kedua kerajaan ini dilakukan oleh Raja Gowa X yang bernama I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tonipalangga Ulaweng.
Penyatuan kerajaan menjadi Kerajaan Gowa Tallo ini dilakukan pada akhir masa pemerintahan Raja Gowa X sekitar tahun 1546 Masehi.
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang telah diungkap lama seringkali diatasnamakan sebagai Kerajaan Makassar. Meski demikian, nama Kerajaan Gowa Tallo menjadi cukup populer karena menggambarkan kisah persatuan dua kerajaan yang selalu berseteru.
Menariknya, persatuan dua kerajaan ini bahkan memiliki sistem pembagian kekuasaan yang unik. Raja Gowa yang berhasil menang dalam pertempuran menjadikan garis keturunan Gowa sebagai raja.
Namun, garis keturunan Tallo juga ikut andil dalam sistem pemerintahan menjadi perdana menteri. Persatuan kerajaan ini bahkan mampu melahirkan kekuatan besar yang berasal dari Pulau Sulawesi.
Kerajaan Gowa Tallo pertama kali akhirnya dipimpin oleh Tunipalangga sebagai penerus Raja Gowa X dengan Nappakata’tana Daeng Padulung sebagai perdana menteri yang berasal dari kerajaan Tallo.
Persatuan kerajaan ini bahkan mampu menghadirkan ekspansi kerajaan tetangga hingga mencapai pedalaman Bugis dan perairan Teluk Bone.
Kerajaan ini bahkan selalu memiliki ambisi untuk menguasai wilayah lain dalam rangka memekarkan wilayah. Meski demikian, sejarah Kerajaan Gowa Tallo melahirkan peperangan dengan wilayah lain di Sulawesi bagian selatan. Beberapa daerah yang kerap bermusuhan dengan kerajaan ini adalah Wajo, Soppeng, Bone dan Luwu.

Kerajaan Gowa Tallo Pada Masa Islam
Perubahan Kerajaan Gowa Tallo sebagai kerajaan Islam terjadi pada tahun 1607. Pasalnya Daeng Manrabbia yang memeluk agama Islam sebagai pemimpin kerajaan ini mengubah bentuk kerajaan menjadi Kesultanan Gowa Tallo. Masa ini bahkan menyebabkan ambisi untuk menaklukan wilayah lain menjadi sistem penyebaran agama.
Meski demikian, kondisi ini sempat menjadi polemik yang terjadi di kalangan etnis Makassar dan Bugis. Kerajaan tetangga seperti Wajo, Soppeng, Bone dan Luwu yang menolak ajakan untuk memeluk agama Islam bahkan juga berhasil ditaklukan dengan mudah.
Perubahan kerajaan menjadi Islam ini menghadirkan ketentraman di tanah Makassar dan Bugis. Bahkan sejarah Kerajaan Gowa Tallo juga sempat memperoleh masa kejayaan, ketika kerajaan ini dipimpin oleh Karaeng Bonto Mangape atau dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin.
Keberanian dan tekad yang dikobarkan oleh Sultan Hasanuddin bahkan menghadirkan judulan Ayam Jantan dari Timur. Kerajaan Gowa Tallo bahkan sempat menguasai jalur perdagangan di Nusantara bagian timur.
Sayangnya kedatangan Belanda dengan menghadirkan sistem VOC telah mengusik ketentraman yang terdapat di kerajaan ini. Peperangan yang terjadi di Makassar bahkan telah dimulai sejak tahun 1654.
Namun, serangan Belanda yang telus dilakukan membuat Kerajaan Gowa Tallo menjadi semakin melemah. Peperangan yang terjadi hingga tahun 1667 membuat VOC yang dipimpin oleh Belanda berhasil mengalahkan Sultan Hasanuddin.
Peperangan tersebut bahkan melahirkan perjanjian Bongaya yang harus diterima padahal isi perjanjian memiliki banyak pasal yang sangat merugikan Kerajaan Gowa Tallo. Kondisi ini bahkan mengungkapkan sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang mengalami kemunduran.

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
Perubahan agama yang dipeluk oleh Kerajaan Gowa Tallo menghadirkan peninggalan bercorak islam di wilayah ini. Beberapa wilayah tersebut berada di Kabupaten Gowa dan Makassar.
Pembubaran kerajaan hindu yang dianut sebelumnya bahkan tidak menyisakan peninggalan yang berbau adat hindu.
Beberapa peninggalan Kerajaan Gowa Tallo yang masih tersimpan hingga saat ini adalah Istana Balla Lompoa, Istana Tamalate, Masjid Katangka, Benteng Somba Opu dan Benteng Fort Rotterdam.
Beberapa peninggalan tersebut bahkan sangat berkaitan erat dengan kondisi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan Kerajaan Gowa Tallo.

Sultan Hasanuddin & Perjanjian Bungaya Kesultanan
Gowa mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki sebagai Ayam Jantan dari Timur. Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVII (2005) mengungkapkan, Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16, atau Sultan Gowa ke-3 sejak kerajaan ini mulai memeluk Islam. Saat Sultan Hasanuddin memimpin, Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaan, termasuk berhasil menguasai jalur perdagangan di Nusantara bagian timur. Ketika VOC dari Belanda mulai berusaha menancapkan pengaruhnya di Makassar, terjadilah serangkaian perang pertanda perlawanan dari Kesultanan Gowa-Tallo di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Peperangan pun melibatkan antara Kesultanan Gowa melawan VOC yang dibantu dengan Bone. Perang ini pun berakhir dengan digelarnya Perjanjian Bongaya pada 1667. Dikutip dari buku Sejarah Maritim Indonesia (2006) karya Agus Supangat dan kawan-kawan, banyak pasal yang merugikan Gowa dalam isi Perjanjian Bongaya dan terpaksa harus diterima Sultan Hasanuddin. Perjanjian Bongaya ini sekaligus menjadi awal dari keruntuhan Kesultanan Gowa-Tallo yang kemudian benar-benar terjadi setelah Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670.

Sultan Gowa Tallo masa Islam
  1. Sultan Alauddin I (1593-1639)
  2. Sultan Malikussaid (1639-1653)
  3. Sultan Hasanuddin (1653-1669)
  4. Sultan Amir Hamzah (1669-1674)
  5. Sultan Mohammad Ali (1674-1677)
  6. Sultan Abdul Jalil (1677-1709)
  7. Sultan Ismail (1709-1711)
  8. Sultan Najamuddin (1711-….)
  9. Sultan Sirajuddin (….-1735)
  10. Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  11. Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  12. Sultan Maduddin (1747-1795)
  13. Sultan Zainuddin (1767-1769)
  14. Sultan Abdul Hadi (1769-1778)
  15. Sultan Abdul Rauf (1778-1810)
  16. Sultan Muhammad Zainal Abidin (1825-1826)
  17. Sultan Abdul Kadir Aididin (1826-1893)
  18. Sultan Muhammad Idris (1893-1895)
  19. Sultan Muhammad Husain (1895-1906)
  20. Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (1906-1946)
  21. Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin (1946-1957)
  22. Andi Kumala Andi Idjo (Sejak 2020)



Kamis, 22 April 2021

Kerajaan Islam di Kalimantan

 Assalamualaikum selamat pagi semua semoga tetap semangat yah

pada materi sebelumnya kita sudah mempelajari kerajaan Islam yang ada di Jawa nah pada materi kali ini kita akan mempelajari kerajaan Islam yang ada di Kalimantan

1. Kerajaan / Keslutanan Banjar

Kerajaan Banjar merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Kalimantan Selatan. Sejarah Kerajaan Banjar dimulai sejak tahun 1526 Masehi dan berakhir pada 1905 Masehi.
Awalnya, Kesultanan Banjar terletak di wilayah Banjarmasin. Namun, dalam perjalanannya, kerajaan Islam ini berpindah-pindah ibu kota hingga ke Martapura.
Kasultanan Banjar mempunyai pengaruh kultural yang kuat terhadap sendi-sendi kehidupan Masyarakat Banjar hingga hari ini, mulai dari religi, bahasa, seni hingga sistem kemasyarakatan.

Berdirinya Kerajaan / Kesultanan Banjar

Di akhir abad ke-15, Kalimantan Selatan masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Sukarama, raja keempat Kerajaan Daha.
Kala itu, terjadi perebutan takhta Nagara Daha antara dua orang anak Raja Sukarama, yakni Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Akan tetapi, Raja Sukarama berwasiat agar penerusnya ialah cucunya, Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama.
Wasiat Raja Sukarama membuat nyawa Raden Samudera terancam. Pasalnya, Pangeran Tumenggung sudah sangat berambisi untuk menjadi penguasa Daha. Sadar bahwa keselamatannya terancam, Raden Samudera kemudian memilih untuk meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di pesisir Pantai Serapat, Kuin Belandian dan Banjar. Saat Raden Samudera beranjak dewasa, dia bertemu dengan Patih Masih, seorang penguasa Bandar yang sudah memeluk ajaran agama Islam. Selanjutnya, Patih Masih berunding dengan Patih Balit, Patih Balitung, dan patih Kuin. Hasil dari perundingan itu adalah adanya kesepakatan untuk mengangkat Raden Samudera menjadi Raja Banjar pada tahun 1526 di Banjarmasin.
Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudra. Dia sukses membangun kekuatan politik baru sebagai tandingan untuk mendapatkan haknya sebagai Raja di Nagara Daha. Di sisi lain, Pangeran Tumenggung yang mendengar kabar ada kerajaan baru di Banjarmasin, marah besar dan tak mau tinggal diam. Dia pun menyiapkan armada perang dan mengirimnya ke Sungai Barito dan Ujung Pulau Lalak untuk menyerang Raden Samudera. Untuk menghadapi serangan tersebut, Raden Samudera meminta saran dari Patih Masih, mengingat armada Kerajaan Banjar masih belum mampu melawan pasukan Pangeran Tumenggung.
Sang Patih kemudian menyarankan kepada Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana. Kerajaan Demak bersedia membantu Kerajaan Banjar asalkan Raja beserta rakyatnya bersedia memeluk agama Islam. Raden Samudera pun menyanggupi syarat tersebut dan Kerajaan Demak mengirimkan seribu pasukan bersenjata serta penghulu bernama Khatib Dayaan untuk mengislamkan masyarakat Banjar.
Dengan bantuan tersebut, pasukan Pangeran Tumenggung dapat dikalahkan dan Kerajaan Daha jatuh ke tangan Raden Samudera. Sejak saat itu, Kesultanan Banjar berdiri dan daerah-daerah lain mulai tunduk. Sementara Raden Samudera diberi gelar Sultan Suriansyah.

Masa Kejayaan Kerajaan / Kesultanan Banjar

Kerajaan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yakni di masa pemerintahan Sultan Mustasin Billah (1595-1620). Kala itu, Banjarmasin yang merupakan Ibu Kota Kesultanan Banjar, berkembang menjadi bandar perdagangan yang besar. Mengingat wilayah tersebut letaknya sangat strategis serta memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kondisi ini membuat para saudagar dari berbagai daerah datang ke Banjarmasin untuk mencari barang dagangan, mulai dari lada hitam, rotan, dammar, emas, intan, madu hingga kulit binatang. Lada hitam sendiri menjadi komoditas yang memiliki nilai tinggi di pasaran internasional. Tak ayal, nama Banjarmasin pun mulai masyhur. Belanda pun mengirimkan ekspedisi untuk menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar pada 1603 Masehi. Hanya saja, kesan buruk yang diterima pedagang Banjar membuat usaha Belanda itu gagal.
Kegagalan itu tak serta merta membuat Belanda menyerah, mereka justru sangat berambisi untuk menjalin hubungan dagang dan menguasai Kesultanan Banjar.
Berulang kali ekspedisi yang dikirim Belanda pada tahun 1606 dan 1612 selalu berakhir gagal, kendati Belanda sempat memporak-porandakan pusat pemerintahan Kasultanan Banjar di Banjarmasin, hingga Sultan Multasin harus memindahkan ibu kota ke Martapura.
Ambisi Belanda untuk menguasai Kesulatanan Banjar baru berhasil setelah Sultan Hamidullah/Sultan Kuning, raja ke-12 Kesultanan Banjar wafat pada tahun 1734.
Kemangkatan Sultan Kuning memunculkan pertentangan perebutan kekuasaan antara Pangeran Aminullah, selaku putra mahkota Kesultanan Banjar dengan adik Sultan Kuning, Tamjidillah I.
Perebutan kekuasan terjadi karena Pangeran Aminullah belum dewasa pada saat Sultan Hamidullah wafat.
Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh Belanda. Mereka menawarkan bantuan kepada Tamjidillah I agar dapat menjadi penguasa Kesultanan Banjar. Berkat bantuan Belanda, Sultan Tamjidillah I berhasil mengusir Pangeran Aminullah dari Istana Banjar. Sebagai bentuk balas budi, Sultan Tamjidillah I menandatangani perjanjian perdagangan dengan Belanda pada tahun 1747 Masehi dan mendirikan Kota di Tabanio. Seiring dengan semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan Belanda di Istana Banjar, serta konflik perebutan kekuasan antara Pangeran Aminullah dengan Sultan Tamjidillah, Belanda semakin memiliki celah untuk menghapuskan kesultanan ini secara sepihak pada 11 Juni 1980.
Akan tetapi, karena dibantu oleh perlawanan Pangeran Antasari dan Sultan Muhammad Seman, Kasultanan Banjar mampu bertahan hingga 1905 Masehi.

Raja raja / Sultan Kerajaan Banjar

1. Sultan Suriansyah
2. Sultan Rahmatullah
3. Sultan Hidayatullah
4. Sultan Mustasin Billah
5. Sultan Inayatullah
6. Sultan Ratu
7. Sultan Rakyatullah
8. Sultan Adipati Anom
9. Sultan Suria Angsa
10. Sultan Tahmidullah
11. Panembahan Kusuma Dilaga
12. Sultan Kuning
13. Sultan Tamjidillah I
14. Sultan Muhammadillah
15. Sultan batu/Sulaiman Saidullah
16. Sultan Sulaiman Saidullah
17. Sultan Adam al Watsiq Billah
18. Sultan Tamjidillah II
19. Sultan Hidayatullah II
20. Panembahan Amiruddin Khalifaul Mukminin / Pangeran Antasari
21. Sultan Muhammad Seman
22. Sultan Khairul Saleh

Keruntuhan Kerajaan /  Kesultanan Banjar
Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu. Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh.

Kamis, 15 April 2021

Kesultanan Banten, Kesultanan Cerebon dan Kesultanan Mataram Islam

Assalamualaikum selamat pagi semua semoga tetap semangat dan dalam keadaan sehat
melanjutkan materi kita kemarin tentang kerajaan kerajaan islam di pulai jawa, hari ini kita akan mempelajari 3 kerajaan / kesultanan Islam di pulau jawa
di simak yah materinya

Kerajaan Banten / Kesultanan banten

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa. Kerajaan ini menguasai wilayah Banten yang terletak di barat Pulau Jawa. Sebelumnya wilayah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Sunda yang bercorak Hindu. HJ de Graaf dalam bukunya Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Jawa (1985) menuturkan kerajaan Banten berdiri di abad ke-16. Pada tahun 1524 atau 1525, Nurullah dari Pasai yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati berlayar dari Demak ke Jawa Barat. Saat itu, pusat pengembangan agama Islam di Jawa masih terpusat di Demak. Sunan Gunung Jati dan putranya Hasanuddin melebarkan pengaruh Islam ke barat Pulau Jawa.Saat itu, Kerajaan Sunda bersekutu dengan Portugis. Namun dibantu oleh tentara Demak, Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin menyingkirkan Bupati Sunda untuk mengambil alih Banten. Dalam Ragam Pusaka Budaya Banten (2007), Sunan Gunung Jati dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banten. Namun ia tak mengangkat dirinya sebagai raja. Sunan Gunung Jati memilih menjadi Sultan Cirebon. Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan Hasanuddin. Ia diangkat sebagai Sultan Banten pada 1552. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Banten mengalami perkembangan pesat. Banten melepaskan diri dari Demak. Banten juga menjadi pusat perdagangan di barat Pulau Jawa.

Setelah Sultan Hasanuddin, raja-raja yang pernah memerintah yakni:
Maulana Yusuf (1570-1585)
Maulana Muhammad (1585-1596)
Sultan Abdul Muafakir (1596-1651)
Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683)
Di bawah Maulana Yusuf, Kerajaan Sunda yang bercorak Hindu juga takluk pada 1579.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah kepemimpinannya, Banten melawan VOC yang ingin memonopoli perdagangan.

Sayangnya, Sultan Ageng Tirtayasa gagal mengalahkan VOC karena dikhianati putranya Sultan Haji. Sultan Haji membantu VOC. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Banten pada 1683.


Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah kerajaan bercorak Islam pertama di tanah Sunda atau Jawa Barat. Sejarah kerajaan yang wilayahnya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Tarumanegara lalu Pajajaran ini didirikan pada abad ke-15 Masehi, tepatnya tahun 1430. Awalnya, Cirebon merupakan daerah bernama Kebon Pesisir atau Tegal Alang-Alang. Kerajaan Cirebon dirintis oleh Raden Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), putra Raja Pajajaran dari Kerajaan Sunda Galuh, yakni Prabu Siliwangi dengan permaisurinya, Nyai Subang Larang. Sulendraningrat dalam Sejarah Cirebon (1978) menyebutkan bahwa pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang yang beragama Islam melahirkan tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, Nyai Lara Santang, dan Raden Kian Santang atau Pangeran Sengara. 

Sejarah Berdirinya Kerajaan Cirebon 
Setelah beranjak dewasa, ketiga anak Prabu Siliwangi dari permaisuri Nyai Subang Larang dipersilakan meninggalkan Kerajaan Pajajaran yang menganut ajaran Sunda Wiwitan, Hindu, atau Buddha. Putra sulung Prabu Siliwangi dari permaisuri, Raden Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana, kehilangan haknya untuk bertakhta di Pajaran karena memilih memeluk agama Islam seperti ibunya. Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana memilih untuk memperdalam agama Islam ke Tegal Alang-Alang atau Kebon Pesisir, lalu diikuti oleh adiknya, Lara Santang. Dalam perjalanan, Raden Walangsungsang menikah dengan Nyai Endang Geulis.
Sesampainya di Kebon Pesisir, mereka berguru kepada Syekh Nurul Jati. Di daerah pesisir utara Jawa inilah Raden Walangsungsang mendirikan pedukuhan sebagai cikal-bakal Kerajaan Cirebon. Setelah mendirikan pedukuhan, Raden Walangsungsang dan Lara Santang menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Di perjalanan, Lara Santang menikah dengan Syarif Abdillah bin Nurul Alim. Dari pernikahan ini, Nyai Lara Santang melahirkan dua orang anak laki-laki bernama Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sepulang dari tanah suci, dikutip dari Susilaningrat dalam Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon (2013), Raden Walangsungsang kembali ke pedukuhan dan mendirikan pemerintahan yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan atau Kesultanan Cirebon pada 1430 Masehi. Pendirian Kesultanan Cirebon tidak terlepas dari pengaruh Kesultanan Demak di Jawa Tengah yang merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa sekaligus sebagai kerajaan yang memungkasi riwayat Kerajaan Majapahit. Heru Erwantoro dalam "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon" yang termaktub di jurnal Patanjala (2012) menyebutkan Walangsungsang alias Cakrabuana wafat pada 1479. Tampuk kekuasaan kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah. Seperti diketahui, Syarif Hidayatullah adalah keponakan Raden Walangsungsang atau putra pertama dari adiknya, Nyai Lara Santang. Syarif Hidayatullah pada akhirnya dikenal sebagai Sunan Gunung Jati (1479-1568).

Kejayaan Kesultanan Cirebon
Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Djati, Kesultanan Cirebon mencapai kemajuan pesat, baik di bidang agama, politik, maupun perdagangan. Dalam bidang agama sangat jelas terlihat bahwa Islamisasi berjalan sangat masif. Dakwah agama Islam ke berbagai wilayah terus-menerus dilakukan. Sedangkan di sektor politik, perluasan daerah menjadi salah satu fokus yang dijalankan. Bersama Demak, misalnya, Cirebon mampu merebut pelabuhan Sunda Kelapa pada 1527 untuk membendung pengaruh Portugis. Selain itu, tulis Heru Erwantoro dalam "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon" di jurnal Patanjala (2012), Sunan Gunung Jati menerapkan sistem politik yang didasarkan atas asas desentralisasi yang berpola kerajaan pesisir. Strategi politik desentralisasi itu dilakukan dengan menerapkan program pemerintahan yang bertumpu pada intensitas pengembangan dakwah Islam ke seluruh wilayah bawahannya di tanah Sunda. Usaha ini didukung oleh perekonomian yang kuat dengan menitikberatkan pada perdagangan dengan berbagai bangsa seperti Campa, Malaka, India, Cina, hingga Arab.

Keruntuhan Kesultanan Cirebon
Sepeninggal Sunan Gunung Jati yang wafat pada 1568, Kesultanan Cirebon mulai diincar bangsa-bangsa asing, terutama Belanda alias VOC. Setelah terlibat polemik selama bertahun-tahun, akhirnya Cirebon menyerah. Dikutip dari buku Sejarah Daerah Jawa Barat (1982) terbitan Tim Direktorat Jenderal Kebudayaan RI, pada 1681 ditandatangani perjanjian antara para pemegang otoritas Cirebon dengan Belanda. Perjanjian tersebut membuat VOC berhak memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon. Selain itu, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi protektorat yang berada wilayah di bawah naungan Belanda. Antara tahun 1906 hingga 1926, Belanda secara resmi menghapus kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon. Cirebon terbebas dari cengkeraman Belanda pada 1942 dan akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia sejak 1945.

Kesultanan Mataram Islam

Kesultanan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam terbesar dalam sejarah Nusantara yang pernah berdiri di Jawa. Lantas, siapa pendiri Mataram Islam dan di daerah mana letak atau lokasi kerajaan ini? Wilayah Mataram semula merupakan bagian dari Kesultanan Pajang yang melanjutkan garis penerus Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Pusat pemerintahan Kesultanan Pajang berada di Surakarta atau Solo. Sejak abad ke-16 Masehi, tepatnya tahun 1586, wangsa Mataram di bawah pimpinan Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati berhasil menyatukan beberapa wilayah untuk bersama-sama melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Pajang. Hingga akhirnya, Kesultanan Pajang menyerahkan kekuasaan kepada Panembahan Senapati yang sekaligus menjadi awal riwayat berdirinya kerajaan baru bernama Kesultanan Mataram Islam. Jauh sebelumnya pada abad ke-8 Masehi, di Jawa juga pernah berdiri Kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu-Buddha dan berbeda zaman dengan Kesultanan Mataram Islam. Meskipun demikian, jika ditelusuri lebih rinci, dua kerajaan ini masih terhubung dalam satu garis riwayat nan panjang
.
Sejarah Awal Mataram Islam
Riwayat Kesultanan Mataram Islam bermula dari tanah perdikan berupa hutan yang dikenal sebagai alas Mentaok yang diberikan pemimpin Kesultanan Pajang, Sultan Hadiwijaya (1560-1582) atau Jaka Tingkir, kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan adalah pendiri Wangsa Mataram yang juga ayah dari Panembahan Senapati atau Sutawijaya. Ki Ageng Pemanahan merupakan cucu Ki Ageng Selo yang dipercaya masih memiliki keturunan dari garis raja-raja Majapahit dan Kerajaan Mataram Kuno. Sultan Hadiwijaya memberikan hadiah kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai balas jasa karena telah membantu memadamkan perlawanan Arya Penangsang dari Kerajaan Jipang. Dikutip dari M. C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern1200-2004 (2005), perlawanan terhadap Pajang dimotori oleh Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati yang tidak lain adalah putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Perlawanan tersebut terjadi pada masa pemerintahan Sultan Pajang ke-3, yakni Pangeran Benawa atau Sultan Prabuwijaya (1586-1587). Panembahan Senapati melancarkan perlawanan terhadap Pajang sejak tahun 1578.

Lokasi Pendirian Mataram Islam
Pada 1584, Panembahan Senapati mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Mataram Islam di alas Mentaok meskipun belum diakui oleh Pajang. Alas Mentaok adalah wilayah yang kini dikenal sebagai Yogyakarta. Hingga akhirnya, Kesultanan Pajang benar-benar runtuh pada 1587 dan mengakui keberadaan Kesultanan Mataram Islam. Panembahan Senapati sebagai pendiri pemerintahan Mataram Islam kemudian menobatkan diri sebagai raja atau sultan pertama bergelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama (1587-1601). Adapun lokasi berdirinya Kesultanan Mataram Islam, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, adalah di bekas alas Mentaok, dengan pusat pemerintahannya disebut dengan nama Kutagede atau Kotagede di Yogyakarta. Keberhasilan Panembahan Senapati memerdekakan Mataram dari cengkeraman Pajang merupakan langkah penting bagi riwayat kesultanan ini di masa-masa selanjutnya hingga mencapai puncak kejayaan.

Kepemimpinan Panembahan Senapati
Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 (1981) memaparkan, Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara masif, terutama di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur, juga sebagian Jawa bagian barat. Sejak tahun 1590, berturut-turut Jipang (Solo), Madiun, Kediri, Ponorogo, Jagaraga (Magetan), dan Pasuruan, dapat ditaklukkan. Di kawasan barat, Cirebon dan Galuh (sekitar Ciamis) menjadi bagian dari Mataram Islam pada 1595. Namun, upaya Panembahan Senapati untuk menguasai Banten pada 1597 gagal lantaran kurangnya transportasi air. Panembahan Senapati wafat pada 1601 dan dimakamkan di Kota Gede, Yogyakarta. Penerusnya adalah Raden Mas Jolang atau yang kemudian bergelar sebagai Susuhunan Hanyakrawati, ayah dari Sultan Agung. Kelak, Kesultanan Mataram Islam berhasil menancapkan hegemoni kekuasaan di Jawa dengan wilayah kekuasaan yang amat luas, kekuatan militer yang besar, serta kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

Kejayaan Mataram Islam masa Sultan Agung
Sejarah puncak kejayaan Kesultanan Mataram Islam terjadi pada era Sultan Agung Hanyakrakusuma pada 1613 hingga 1645 Masehi. Sosok bernama muda Raden Mas Rangsang ini adalah cucu pendiri Kesultanan Mataram Islam, Panembahan Senopati (1587-‎1601 M). Panembahan Senopati mendeklarasikan Kesultanan Mataram Islam pada 1584 M di alas Mentaok atau Yogyakarta. Panembahan Senopati akhirnya dinobatkan pada 1587 M dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 (1981), di bawah pimpinan Panembahan Senopati, Kesultanan Mataram Islam berhasil menguasai beberapa wilayah di sekitar Bengawan Solo, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Tahun 1601, Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati. Pada 1613, Prabu Hanyakrawati meninggal dunia karena mengalami kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak. Raja penerus takhta Mataram Islam selanjutnya pun harus segera ditetapkan.Semasa hidup, Prabu Hanyokrowati sempat berpesan agar takhta Mataram diserahkan kepada Raden Mas Rangsang. Namun, karena suatu janji, maka takhta harus diserahkan kepada putra Prabu Hanyakrawati lainnya yang bernama Raden Mas Wuryah, meskipun hanya satu hari sebagai simbolis menepati janji. Maka, Raden Mas Wuryah yang menyandang kebutuhan khusus dinobatkan menjadi raja dengan gelar Adipati Martapura. Sehari kemudian, Raden Mas Rangsang menggantikan Adipati Martapura sebagai penguasa Kesultanan Mataram Islam dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma.


Setahun setelah menjabat, Sultan Agung memulai operasi penaklukkan sejumlah wilayah di Jawa untuk memperluas daerah kekuasaan Kesultanan Mataram Islam. Perjalanan pertama dimulai ke Timur Jawa. Sartono Kartodirjo dalam Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (1993:131) menerangkan, pada 1614, Sultan Agung meluncurkan aksi penyerangan ke daerah Timur. Sultan Agung memberikan perintah kepada Tumenggung Suratani yang akhirnya berhasil menguasai Malang dan sekitarnya. Atas pencapaian itu, Tumenggung Suratani dianugerahi gelar Senopati Menggala Yuda. Selanjutnya, tahun 1615, Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Martalaya untuk mengambil-alih kekuasaan wilayah Wirasaba (kini wilayah Karesidenan Banyumas).

Pada Januari 1616 atau setahun berselang, Kesultanan Mataram Islam diserang oleh beberapa wilayah yang menjalin aliansi termasuk Pasuruan dan Tuban. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1991:85), menyebutkan, pertempuran tersebut Mataram Islam. Sepanjang tahun 1616-1619, Sultan Agung juga melakukan ekspansi ke wilayah Lasem, Pasuruan, dan Tuban. Tumenggung Martalaya dan Tumenggung Jaya Supanta berperan aktif dalam misi ini yang menuai keberhasilan ini. Misi menaklukkan Surabaya boleh dikatakan paling sulit dan berlangsung cukup lama yakni pada 1620-1625. Sultan Agung akhirnya menerapkan strategi untuk melemahkan Surabaya. Rantai distribusi makanan ke Surabaya dari beberapa wilayah yang sudah menjadi taklukan Mataram diputus. Pada 1625, Surabaya takluk dengan sendiri karena kehabisan bahan pangan.

Di bawah pimpinan Sultan Agung, Kesultanan Mataram Islam melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda alias VOC. Bahkan, Mataram dua kali menyerang pusat VOC di Batavia yakni pada 1628 dan 1629 meskipun belum berhasil dengan gemilang. Kendati begitu, serbuan kedua Mataram Islam ke Batavia berhasil membendung serta mencemari Sungai Ciliwung. Akibatnya, wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC kala itu, J.P. Coen, menjadi korban wabah tersebut dan meninggal dunia. Sultan Agung wafat di Karta (ibu kota Kesultanan Mataram Islam atau yang kini berada di Pleret, Yogyakarta) pada 1645 M. Sepeninggal Sultan Agung, Kesultanan Mataram Islam mulai mengalami kemunduran dan nantinya terpecah-belah serta bisa dipengaruhi oleh Belanda.

Keruntuhan Mataram Islam
Sejak 1646, Raden Mas Sayidin menggantikan posisi ayahnya, Sultan Agung, yang wafat tahun 1646. Raden Mas Sayidin dinobatkan sebagai Sultan Mataram Islam ke-5 dengan gelar Susuhunan Amangkurat I. Berbeda dengan Sultan Agung yang gigih melawan Belanda, Amangkurat I justru bersikap lebih lunak terhadap kaum penjajah. Tahun 1646, misalnya, Amangkurat I menjalin perjanjian dengan VOC. Isi perjanjian tersebut antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diperbolehkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Dalam Mengenal Budaya Nasional: Trah Raja-raja Mataram di Tanah Jawa (2017), Joko Darmawan menerangkan, cara memerintah Amangkurat I tidak disetujui oleh beberapa kalangan, termasuk adiknya yang bernama Raden Mas Alit. Raden Mas Alit, adik Amangkurat I, tidak setuju dengan caranya memerintah dan meluncurkan aksi perlawanan. Tahun 1647, ibu kota Kesultanan Mataram Islam dipindahkan dari Kotagede ke Plered, masih termasuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekarang. Pemberontakan Raden Mas Alit berpuncak pada 1678 yang berakhir dengan tewasnya adik Amangkurat I itu dan menelan ribuan korban jiwa.
Berikutnya, giliran salah satu anak Amangkurat I, Raden Mas Rahmat atau Pangeran Adipati Anom, yang bergolak. Adipati Anom sejatinya berstatus sebagai putra mahkota, namun ada kabar yang menyebutkan bahwa gelar tersebut akan dialihkan kepada anak Amangkurat I lainnya yakni Pangeran Singasari. Pangeran Adipati Anom pun merencanakan pemberontakan terhadap takhta ayahnya. Ia kemudian mengajak Trunojoyo, putra penguasa Madura, untuk melaksanakan misi tersebut pada 1670. Mien A. Rifai dalam Manusia Madura (2007), menjelaskan, Trunojoyo menyanggupi karena ia ingin Madura merdeka dari penguasaan Kesultanan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Amangkurat I.
Pada 1674, Trunojoyo mendeklarasikan kemerdekaan Madura. Ia menjadi raja di Madura bahkan berniat mengambil-alih kekuasaan Mataram. Pasukan Trunojoyo mendapat bantuan dari orang-orang Bugis/Makassar yang lari ke Jawa setelah Perjanjian Bungaya yang melemahkan Kesultanan Gowa era Sultan Hasanuddin. Buku Catatan Masa Lalu Banten (1999) karya Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari menjelaskan, Kesultanan Banten juga ikut mendukung Trunojoyo. Dalam Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (2006), Mundzirin Yusuf menambahkan, Panembahan Giri dari Surabaya ikut memberi dukungan karena peristiwa pembantaian ulama dilakukan Amangkurat I pada 1649.

Pasukan Trunojoyo menjelma menjadi kekuatan besar yang menakutkan. Satu demi satu, wilayah-wilayah Mataram ditundukkan, termasuk Surabaya, Tuban, Lasem, Rembang, Demak, Semarang, Pekalongan, Tegal, hingga Cirebon. Puncaknya, Trunojoyo pun bersiap menyerang pusat kekuasaan Mataram di Yogyakarta. Situasi ini justru membuat Pangeran Adipati Anom cemas karena khawatir ambisi Trunojoyo tidak bisa dibendung. Maka, pada Oktober 1676, Pangeran Adipati Anom berbalik mendukung ayahnya, Amangkurat I. Trunojoyo terlalu kuat. Amangkurat I melarikan diri ketika Trunojoyo menyerang Plered. Dalam Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta (1997), Sutrisno Kutoyo mengungkapkan, dalam pelarian, Amangkurat I sakit dan meninggal dunia di sekitar Tegal, Jawa Tengah. Tahun 1677, Trunojoyo menguasai pusat pemerintahan Mataram, bahkan menikahi salah satu putri Amangkurat I yang saat itu ditawan.

Pangeran Adipati Anom terpaksa menjalin kerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunojoyo sekaligus merebut kembali takhta Mataram Islam. Kompeni bersedia membantu tapi dengan syarat. Berkat bantuan VOC, Trunojoyo berhasil dilumpuhkan pada 1679. Penguasa Madura itu lalu dijatuhi hukuman mati. Sesuai kesepakatan, takhta Kesultanan Mataram Islam diberikan kepada Pangeran Adipati Anom dengan gelar Susuhan Amangkurat II, namun VOC menjadi lebih leluasa mencampuri urusan internal kerajaan. Amangkurat II tidak melanjutkan Kesultanan Mataram Islam. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Kasunanan Kartasura dengan pusatnya di dekat Solo, Jawa Tengah, pada 1680.
Daftar Raja Mataram Islam
  1. Danang Sutawijaya atau Panembahan Senapati (1587-1601)
  2. Raden Mas Jolang atau Prabu Hanyakrawati (1601-1613)
  3. Raden Mas Wuryah atau Adipati Martapura (1613)
  4. Raden Mas Jatmika atau Sultan Agung (1613-1645)
  5. Raden Mas Sayidin atau Amangkurat I (1646-1677)
Demikian Penjelasan tentang Kesultanan Banten, Kesultanan Cerebon dan Kesultanan Mataram Islam


Senin, 05 April 2021

KEBUDAYAAN NGANDONG

 Assalamualaikum
selmat pagi semua semoga semua dalam keadaan sehat dan selalu semangat
pada materi sebelumnya kita telah mempelajari tentang kebudayaan pacitan, nah pada hari ini kita akan membahas tentang kebudayaan ngandong, adapun tujuan pembelajaran hari ini diharap setelah mempelajari materi kebudayaan ngandong siswa dapat menjelaskan tentang pengertian dan persebaran kebudayaan ngandong

Pengertian Kebudayaan Ngandong

Budaya Ngandong termasuk ke dalam klasifikasi kebudayaan pada zaman paleolitikum. Budaya Ngandong ini berkembang dengan pesat di daerah Ngandong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Kebudayaan ini mudah dikenali dengan adanya berbagai peninggalan alat-alat yang terbuat dari tulang-tulang binatang dengan ukuran yang sedang hingga yang besar.
Dalam budaya Ngandong ditemukan beberapa artefak yang berupa kapak genggam yang terbuat dari batu, alat-alat berukuran kecil yang terbuat dari tulang, belati, dan masih banyak lagi.
Dapat disimpulkan bahwa manusia pra aksara pada zaman budaya ngandong bertahan hidup dengan cara berburu dan tinggal dari satu tempat ke tempat lainnya.
Nah, awal mula dari sejarah budaya Ngandong berhasil ditemukan oleh seorang fisikawan bernama Ter Haar pada tahun 1931, dengan penemuan berupa tengkorak manusia pra aksara.
Setelahnya di tahun 1993 ia bekerja sama dengan Oppenoorth dan Von Koenigswald. Setelah itu semakin banyak ditemukan berbagai peninggalan dari budaya Ngandong dan juga budaya Pacitan.

Ciri-ciri Kebudayaan Ngandong

Budaya Ngandong memiliki ciri-ciri yang membuatnya lebih mudah dikenali. Dan adapun beberapa ciri-ciri khas dari kebudayaan ini adalah sebagai berikut:
  1. Kebudayaan ini muncul dan berkembang pesat di daerah Ngandong, Jawa Tengah dan berdekatan dengan daerah Ngawi, Jawa Timur.
  2. Manusia purba yang hidup menggunakan kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis.
  3. Memiliki kebudayaan berkembang yakni budaya berburu, menangkap ikan hingga mengumpulkan cadangan makanan.
  4. Manusia purba yang hidup dengan kebudayaan ini hidup dengan berpindah-pindah atau nomaden, dengan mencari lokasi yang dinilai lebih banyak menyediakan makanan.
  5. Peninggalan kebudayaan ini adalah alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang, duri ikan hingga tanduk rusa.
Ciri utama dari kebudayaan Ngandong yang membedakannya dengan kebudayaan Pacitan adalah dominasi penggunaan alat-alat tulang.
Berbeda dengan kebudayaan Pacitan yang didominasi oleh alat-alat batu, manusia purba yang ada pada kebudayaan Ngandong lebih banyak menggunakan tulang dan potongan-potongan tulang sebagai bahan dasar peralatan mereka sehari-hari.


Persebaran Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan daerah Ngandong berkembang pesat ke sejumlah daerah di Indonesia, karena diperkuat dengan adanya hasil-hasil penemuan sejenis di daerah yang berbeda.
Karena manusia pra aksara pada zaman paleolitikum hidup dengan cara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Mereka belum mengenal cara bercocok tanam, sehingga apabila persediaan makanan telah habis di tempat tinggalnya yang sekarang maka mereka akan berpindah tempat lagi.
Hal inilah yang membuat persebaran kebudayaan di daerah Ngandong cukup pesat ke berbagai daerah lainnya.
Persebaran kebudayaan ini tersebar ke beberapa daerah di seantero wilayah Indonesia yang antara lain adalah
  1. Sumatera
  2. Sulawesi
  3. Kalimantan
  4. Bali
  5. NTB
  6. NTT
  7. Halmahera
Meskipun begitu, seperti yang sudah dijelaskan diatas, kebudayaan Ngandong ini berawal dari daerah Ngandong dan berkembang pesat di sekitarnya sebelum akhirnya menyebar.


Hasil Peninggalan Kebudayaan Ngandong


Berbagai hasil peninggalan dari budaya Ngandong ditemukan pada permukaan bumi, dan tidak berada pada lapisan tanah. Para peneliti yang berpengalaman di bidangnya dapat memastikan bahwa alat-alat peninggalan budaya Ngandong ini berasal dari Pleistosen bawah. Di perkirakan alat-alat peninggalan dari budaya Ngandong tersebut dihasilkan dari kebudayaan manusia pra aksara Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Alat-alat peninggalan budaya Ngandong umumnya digunakan untuk berburu, menangkap ikan, dan lainnya yang memiliki berbagai bentuk.
Artefak peninggalan kebudayaan Ngandong antara lain adalah
  1. Flakes
  2. Kapak genggam
  3. Serpih pilah
  4. Chalcedon
  5. Alat yang terbuat dari tanduk rusa
  6. Alat-alat yang terbuat dari tulang dan duri
  7. Lukisan-lukisan gua
Agar kalian lebih paham, kita akan bahas secara lebih mendalam artefak-artefak tersebut dibawah ini
1. Flakes atau Alat Serpih
Flakes merupakan sebuah alat serpih yang terbuat dari tulang binatang yang ditajamkan dan diolah. Flakes memiliki bentuk yang runcing pada salah satu bagian sisinya. Umumnya, alat serpih ini berukuran kecil.
2. Kapak Genggam
Kapak Genggam merupakan salah satu alat peninggalan budaya Ngandong yang berbentuk seperti kapak dan terbuat dari batu. Namun alat ini tidak memiliki gagang layaknya kapak di zaman sekarang. Kapak genggam ini memiliki bentuk yang tumpul pada bagian sisinya dan memiliki bentuk tajam pada sisi lainnya. Bagian kapak yang tumpul digunakan sebagai pegangan. Cara pembuatannya sangat sederhana yaitu dengan cara dibenturkan pada batu-batu lainnya untuk mendapatkan bentuk yang tepat.
3. Serpih Pilah
Alat peninggalan ini ditemukan tak jauh dari daerah Sangiran. Serpih pilah merupakan alat yang berukuran kecil dan dibuat menggunakan bahan dari batuan yang indah.
Selain di daerah Sangiran, alat peninggalan ini banyak ditemukan di daerah Cabbenge, Sulawesi Selatan yang terbentuk dari bebatuan indah seperti batu kalsedon.
4. Chalcedon atau Kalsedon
Chalcedon umumnya lebih dikenal dengan Kalsedon yang merupakan alat dengan bahan dasar batu yang indah dengan tampilan yang menarik.
5. Alat yang Terbuat dari Tanduk Rusa
Banyak alat peninggalan dari budaya Ngandong yang berhasil ditemukan, dan salah satunya alat yang terbuat dari tanduk rusa.
Alat-alat peninggalan tersebut pada salah satu bagian sisinya dibuat berbentuk runcing.
Pada umumnya alat dari tanduk rusa ini digunakan untuk berburu, memotong, mengolah makanan hingga dijadikan alat untuk melindungi diri dari musuh dan binatang buas.
6. Alat yang Terbuat dari Tulang dan Duri
Selain peninggalan yang terbuat dari tanduk rusa, sejumlah alat peninggalan budaya Ngandong lainnya berhasil ditemukan.
Alat yang terbuat dari tulang binatang ini memiliki ukuran yang sedang hingga ukuran besar. Selain itu, terdapat pula alat peninggalan yang terbuat dari duri-duri ikan pari.
Cara pembuatannya umumnya dengan cara meruncingkan salah satu bagian sisinya. Umumnya alat-alat ini digunakan menjadi belati, untuk mata pada ujung tombak, alat penusuk, untuk merobek daging dan lainnya.
7. Lukisan pada Dinding Goa
Para ahli juga menyebutkan bahwa lukisan pada dinding goa merupakan salah satu peninggalan dari budaya Ngandong.
Lukisan pada dinding goa tersebut memiliki bentuk seperti tapak tangan dengan warna merah dan seperti babi hutan. Lukisan tersebut bisa dijumpai di Goa Leang Pattae, di daerah Sulawesi Selatan.

Manusia Pendukung Kebudayaan Ngandong

Mengacu pada letak lokasi yang menjadi tempat ditemukannya berbagai alat-alat dari peradaban Ngandong, terdapat manusia pendukung pada zaman tersebut dan dapat dibedakan menjadi dua jenis.
Ke dua jenis manusia pendukung tersebut adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis. Hal tersebut diperkuat dengan adanya bukti dari hasil penemuan fosil manusia di Ngadirejo, Sragen, Jawa Tengah.
Selain itu diketahui pula bahwa manusia pendukung pada zaman kebudayaan tersebut telah memiliki berbagai kemampuan terutama kemampuan dalam membuat alat-alat.
Maka hal tersebut diperkuat lagi dengan adanya bentuk dari sejumlah alat-alat yang digunakan oleh manusia pendukung di zaman tersebut yang telah dibahas di atas.
Selain itu, bentuk dari alat peninggalan budaya Ngandong terlihat halus dan rapi.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai Kebudayaan Ngandong beserta dengan pengertiannya, ciri-cirinya, persebaran hingga peninggalannya.

Bagi yang mau melihat vidio perbedaan kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong silahkan nonton vidio dibawah ini.



Kamis, 25 Maret 2021

Kerajaan Islam di Pulau Jawa ( Kerajaan Demak )

 Assalamualaikum selamat pagi semua gmn kabar nya semoga semua dalam keadaan sehat yah

hari ini kita akan melanjutkan materi masih tetap tentang kerajaan kerajaan Islam di Indonesia, jika pada materi sebelumnya kita sudah mempelajari tentang kerajaan kerajaan yang ada di pulau Sumatra, kali ini kita akan mempelajari kerajaan yang ada di pulau jawa, adapun tujuan pembelajaran kali ini adalah siswa dapat menjelaskan tentang kerajaan kerajaan yang ada di pulau Jawa.

Ada banyak kerajaan Islam di pulau Jawa di antaranya Demak, Banten, Pajang, Mataram dll. melemahnya kerajaan Hindu Budha yang ada di pulau Jawa juga menjadi salah satu faktor berkembangnya kerajaan Islam di pulau Jawa, mengapa Islam begitu bisa berkembang pesat di pulau Jawa??? tentunya sudah di bahas pada materi sebelumnya, jangan sampai lupa atau tidak di baca yah.... 

1. Kerajaan Demak

Berdirinya kerajaan Demak bermula dari misi para muballigh dalam mengislamkan jawa yang kemudian terkenal dg sebutan “ wali songo”. Dalam penyiaran dan perkembangan islam di jawa selanjutnya, para walisongo memusatkan kegiatannya dengan menjadikan kota demak sebagai sentral segala sesuatunya. Atas dukungan walisongo tersebut, terutama atas dasar perintah sunan Ampel, maka raden Patah ditugaskan untuk mengajarkan agama islam dan membuka pesantren di desa glagah wangi.Tidak lama kemudian, desa inii banyak dikunjungi orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat perdagangan dan bahkan menjadi pusat kerajaan islam pertama di jawa. 

Kerajan islam pertama ini didirikan oleh raden Patah atas restu dan dukungan para walisongo yang diperkirakan tidak lama setelah keruntuhan kerajaan majapahit ( semasa pemerintahan prabu brawijaya ke V / kertabumi ) yaitu tahun ± 1478 M . sinengkelan ( ditandai dengan condro sengkolo ) “ SIRNO ILANG KERTANING BUMI “ . Adapun berdirinya kerajaan demak sinengkelan “ geni mati siniram janmi” yang artinya tahun soko 1403 / 1481 M.

Sebelum Demak menjadi pusat kerajaan, dulunya demak merupakan kadipaten di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit ( brawijaya V) . dan sebelum berstatus kadipaten , lebiih dikenal orang dengan nama “ glagah wangi “. Yang menjadi wilayah kadipaten jepara dan merupakan satu-satunya kadipaten yang adipatinya memeluk agam islam.

Menurut cerita rakyat, orang tg pertama kali dijumpai oleh raden patah di glagah wangi adalah nyai lembah yang bersal dari rawa pening. Atas saran nyai lembah inilah , raden patah bermukim di desa glagah wangi yang kemudian dinamai “ Bintoro Demak “. Kemudian dalam perkembangannya dan semakin ramainya masyarakat, akhirnya bintoro menjadi ibu kota Negara.

Adapun asal kota Demak , ada beberapa pendapat. Antara lain :
  1. Menurut prof. purbotjaroko, Demak berasal dari kata Delemak. Yang artinya tanah yang mengandung air ( rawa)
  2. Menurut sholichin salam dalam bukunya “ sekitar walisongo “ menyatakan bahwa prof. Dr.Hamka berpendapat , kota Demak adalah berasal dari bahasa arab “ Dimak” yg artinya air mata . menggambarkan kesulitan dalam menegakkan agam islam pada waktu itu.
  3. Menurut prof. R.M. Sutjipto Wiryosuparto, Demak berasal dari bahasa kawi yang artinya pegangan atau pemberian.

Letak Peta Lokasi Kerajaan Demak

Dari hasil penilitian IAIN walisongo jawa tengah tahun 1974 M tentang bahan-bahan sejarah islam di jawa tengah bagian utara, telah dilaporkan bahwa ada beberapa pendapat mengenai letak kesultanan ( istana kerajaan ) Demak, yaitu ;
  • Pertama : bahwa bekas kesultanan Demak itu tidak ada. Dengan keterangan bahwa raden Patah mulai menyebarkan agama islam di Demak adalah semata-mata untuk kepentingan agama islam. Pendirian masjid Demak bersama para walisongo merupakan lambing kesultanan demak. Adapun tempat kediaman rade Patah bukan berupa istana yang megah, tetapi sebuah rumah biasa yg letaknya diperkirakn sekitar stasiun Kereta APi sekarang, tempat itu dinamakan “Rowobatok “
  • Kedua : bahwa pada umumnya letak masjid tidak terlalu jauh dari istana. Diperkirakan letak kraton Demak berada ditempat yang sekarang didirikan Lembaga Pemasyarakatan ( sebelah timur alun-alun) . dengan alas an bahwa pada zaman colonial ada unsur kesengajaan menghilangkan bekas kraton . pendapat ini didasarkan atas adanya nama-nama perkampungan yang mempunyai latar belakang historis. Seperti nama : sitihingkil ( setinggil) , betengan , pungkuran, sampangan dan jogoloyo.
  • Ketiga : bahwa letak kraton berhadap-hadapan dengan masjid agung demak, menyebrangi sungai dengan ditandai oleh adanya dua pohon pinang. Kedua pohon pinang tersebut masih ada dan diantara kedua pohon itu terdapat makam kiyai GUNDUK.. menurut kepercayaan masyarakat setempat , yang ditanam itu sesungguhnya berupa tombak ( pusaka).

Raja Raja Kerajaan Demak

1. Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Raden Patah ( 1500 – 1518 )
Raden Patah pada masa sebelum mendirikan Kerajaan Demak terkenal dengan nama Pangeran Jimbun, dan setelah menjadi pendiri kerajaan Demak raja bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. kerajaan Demak menjadi kerajaan besar dan menjadi pusat penyebaran agama Islam yang penting Pada masa pemerintahan Raden Patah, dan Raden Patah juga membangun Masjid Agung Demak yang letaknya ditengah kota Alun-alun Demak.
Kedudukan Demak semakin penting peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Namun, walaupun begitu hal itu suatu saat juga menjadi ancaman bagi kekuasaan Demak. Karena itu pada tahun 1513, Raden Patah mengutus putranya sendiri yaitu Pati Unus dan para armadanya diutus untuk menyerang Portugis di Malaka. Walau Serangan ke Malaka sudah dibantu oleh Aceh dan Palembang tetapi gagal dikarenakan kualitas persenjataan yang kurang memadai dibanding Portugis di Malaka.

2. Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Pati Unus ( 1518 – 1521 )
Pada tahun 1518 ketika Raden Patah sudah wafat kemudian pemerintahan Kerajaan Demak digantikan putranya sendiri yaitu Pati Unus. Pati Unus sangat terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis yang telah menguasai Malaka. dan karena keberaniannya itu Pati Unus mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. Ia juga mengirim Katir untuk mengadakan blokade terhadap Portugis di Malaka, hal itu mengakibatkan Portugis kekurangan bahan makanan.

3. Kerajaan Islam Demak masa pemerintahan Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 )
Ketika Pati Unus wafat, pati unus tidak memiliki putra.jadi tahta kerajaan digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Trenggono. dan di bawah pemerintahan Sultan Trenggono inilah pemerintahan Demak mencapai masa kejayaannya. Raden Trenggono dikenal sebagai raja yang sangat bijaksana dan gagah berani. dan berhasil memperlebar wilayah kekuasaannya yang meliputi dari Jawa Timur dan Jawa Barat.
Pada turun-temurun berdirinya demak sampai masa pemerintahan Raden Trenggono Musuh utama Demak adalah Portugis yang mulai memperluas pengaruhnya ke jawa Barat dan alhasil pihak portugis bisa mendirikan benteng Sunda Kelapa di jawa barat.
Pada tahun 1522 Sultan Trenggono mengirim tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah yang bertujuan untuk mengusir bangsa Portugis dari sunda kelapa. Tahun 1527 Fatahillah dan para pengikutnya berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Dan Sejak saat itulah Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan yang sempurna danampai saat ini dikenal dengan nama Jakarta.
Sultan Trenggono yang berencana menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Demak dan untuk mewujudkan cita-cita itu Sultan Trenggono mengambil langkah cerdas sebagai berikut :
menyerang daerah Pasuruan di Jawa Timur ( kerajaan Hindu Supit Urang )
dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil
karena Sultan Trenggono meninggal
menyerang Jawa Barat ( Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon ) dipimpin Fatahillah mengadakan perkawinan politik. Misalnya :
Pangeran Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara )
Fatahillah dijodohkan dengan adiknya
Pangeran Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon )
Joko Tingkir dijodohkan dengan puterinya ( adipati Pajang )

Sumber Sejarah Kerajaan Demak

Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1475. Bukti sejarah yang mengabarkan tentang keberadaan kerajaan ini di masa lalu sudah cukup banyak didapatkan. Adapun beberapa bukti lain yang berupa peninggalan bersejarah seperti bangunan atau benda-benda tertentu juga masih terpelihara hingga sekarang. Beberapa bangunan atau benda peninggalan kerajaan Demak yaitu sebagai berikut :1. Masjid Agung Demak
Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya berada di Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.
2. Pintu Bledek
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan di dalam Masjid Agung Demak.
3. Soko Tatal dan Soko Guru
Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yang terbuat dari tatal.
4. Bedug dan Kentongan
Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.
5. Situs Kolam Wudlu
Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda peninggalan sejarah.
6. Maksurah Maksurah
adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.
7. Dampar Kencana
Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di Masjid Demak.
8. Piring Campa
Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.

Perkembangan Islam Pada Masa Kerajaan Demak

Kerajaan Demak yang secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas dikelilingi peraiaran laut Muria.Bintoro yang menjadi pusat kerajaan Demak yang terletak antara bergola dan jepara, dimana bergola adalah sebuah pelabuhan yang penting pada masa Kerajaan Mataram ( Wangsa Syailendra ), sedangkan Jepara akhirnya berkembang menjadi pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Kehidupan politik lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yag sudah hancur, maka Demak berkembang menjadi kerajaan besar di pulau Jawa, dan memiliki peranan penting dalam rangka penyebaran agama islam, khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peran Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511

Kehidupan Ekonomi dan Sosial Budaya

Kehidupan Ekonomi kerajaan Demak, karena Demak terletak di wilayah yang sangat strategis yaitu di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangannya, Demak berperan sebagai penghubung daerah penghasil rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian barat.
Dengan demikian perdagangan di Demak semakin berkembang. Dan hal in juga didukung oleh pengusaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa. Sebagai kerajaan islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian, kegiatan perdagangannya di tunjang oleh hasil pertanian, yang mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan dibidang ekonomi.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya islam, karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam pertama di pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam, Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Bonang. Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak, seperti yang dilakukan oleh Sunan Kudus yang memberi nasihat kepada Raden Patah untuk membuat siasat[1][1][1] menghancurkan kekuatan potugis dan membuat pertahanan yang kuat di Indonesia.
Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/ bangsawan, para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun di Pondok Pesantren, sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiah ( Persaudaraan di antara orang- orang Islam )
Demikian pula di bidang budaya, banyak hal yang menarik yang merupaka peninggalan dari kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid Demak, dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan- pecahan kayu yang disebut dengan soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Majid ( pendopo ) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar- dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad SAW) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Hal tersebut menunjukan adanya akulturasi kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam.
Setelah Demak berkuasa kurang lebih setengah abad, ada beberapa hasil peradaban Demak yang sampai saat ini masih dapat dirasakan. Misalnya :

  • Sultan Demak, Senopati Jimbun pernah menyusun suatu himpunan undang-undang dan peraturan di bidang pelaksanaan hukum. Namanya : Salokantara, sebagai kitab hukum, maka di dalamnya antara lain menerangkan tentang pemimpin keagamaan yang pernah menjadi hakim. Mereka disebut dharmahyaksa dan kertopapatti.
  • Gelar pengulu ( kepala ), juga sudah dipakai disana, yang sudah dipakai Imam di Masjid Demak. Hal in juga terkait dengan orang yang terpenting disana, yaitu nama Sunan Kalijaga. Kata Kali berasal dari bahasa Arab Qadli, walaupun hal itu juga dikaitkan dengan nama sebuah sungai kecil, Kalijaga di Cirebon. Ternyata istilah Qadli, pada masa-masa selanjutnya dipakai oleh imam-imam masjid.
  • Bertambahnya bangunan-bangunan militer di Demak dan ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI.
  • Peranan penting Masjid Demak sebagai pusat peribadatan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Dengan Masjid, umat Islam di Jawa daapt mengadakan hubungan dengan pusat-pusat Islam Internasional di luar negeri ( di Tanah Suci, maka dengan kekhalifahan Ustmaniyah di Turki ).
  • Munculnya kesenian, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat, pembuatan keris, dan hikayat-hikayat Jawa yang dipandang sebagai penemuan para wali yang sezaman dengan Kerajaan Demak.
  • Perkembangan sastra Jawa yang terpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa yang mungkin sebelumnya tidak di islami, maupun pada masa-masa selanjutnaya “diislamkan”.
Kemajuan Kerajaan Demak dalam berbagai bidang tidak bisa dilepaskan dari peran serta Islam dalam menyusun dan membentuk fondasi Kemasyarakatan Demak yang lebih Unggul, disamping itu peran serta para pemimpin dan para Wali juga turut membantu kejayaan Kerajaan Demak.

Perang Saudara Kerajaan Demak

Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen.

Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan.
Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng.
Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.

Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Raja pertama dari Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pada tahun 1507, Raden Patah turun tahta dan digantikan oleh seorang putranya yang bernama Pati Unus. Sebelum diangkat menjadi Raja, Pati Unus sebelumnya sudah pernah memimpin armada laut kerajaan Demak untuk menyerang Portugis yang berada di Selat Malaka.Sayangnya, usaha Pati Unus tersebu
t masih mengalami kegagalan. Namun karena keberaniannya dalam menyerang Portugis yang ada di Malaka tersebut, akhirnya Pati unus mendapat julukan sebagai Pangeran Sabrang Lor.
Lalu pada tahun 1521, Pati Unus wafat dan tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama Trenggana. Pada masa inilah kerajaan Demak mencapai pusak kejayaannya.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Kerajaan Demak telah menjadi salah satu pelabuhan terbesar yang ada di Nusantara, Demak memegang peran yang sangat penting dalam aktivitas perekonomian antarpulau.
Demak memiliki peran yang penting karena memiliki daerah pertanian yang lumayan luas dan menjadi penghasil bahan makanan seperti beras. Selain itu, perdagangannya juga semakin meningkat. Barang yang banyak diekspor yaitu Lilin, Madu dan Beras.
Barang-barang tersebut lalu diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Aktivitas perdagangan Maritim tersebut telah menyebabkan kerajaan demak mendapat keuntungan sangat besar. Banyak kapal yang melewati kawasan laut jawa dalam memasarkan barang dagangan tersebut.

Masa Kejayaan Kerajaan Demak

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di nusantara.

Di bawah Pimpinan Pati Unus( Pangeran sabrang Lor )

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.

Di bawah Pimpinan Sultan Trenggana

Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).

Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.

Runtuhnya Kerajaan Demak

Pemerintahan Raden Patah kira-kira berlangsung di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke 16. Tatkala perjuangan Raden Patah melawan Portugis belum selesai, pada tahun 1518 beliau wafat, dan digantikan oleh puteranaya, Adipati Unus ( Pangeran Sebrang Lor ). Dikenal denagan nama tersebut, karena dia pernah dia menyebrang ke utara untuk menyerang Portugis yang ada disebelah utara( Malaka ).
Disamping itu, dikenal dengan nama CuCu Sumangsang atau Aria Penangsang. Namun sayang, dia hanya memerintah selam tiga tahun sehingga usahanya sebagai negarawan tidak banyak diceritakan. Konon, dia mempunyai armada laut yang terdiri dari 40 kapal juang yang berasal dari daerah-daerah taklukan, terutama yang diperoleh dari Jepara.

Sebagai penggantinya adalah Sultan Trenggono/ Tranggana, saudara Adipati Unus. Dia memerintah tahun 1512-1546. Tatkala memerintah, kerajaan telah diperluas ke barat dan ke hulu Sungai Brantas atau pada saat ini dikenal dengan kota Malang. Sebagai lambang kebesaran Islam, Masjid Demak pun dibangun kembali.

Dengan gambaran tersebut diatas, perjuanagan Pangeran Trenggono tidak kalah oleh para pendahulunya. Adapun orang-orang Portugis di Malaka, dirasanaya sebagai ancaman dan bahaya.Untuk menggempur langsung dia belum sanggup. Namun demikian, dia berusaha perluasan daerah-daerah yang dikuasai oleh Portugis yang telah berhasil menguasai pula daerah pase di Sumatra Utara. Seorang ulam terkemuka dari pase Faittahilah yang sempat melarikan diri dari kepungan orang Portugis, di terima oleh Trenggono.

Fattahilah pun dikawinkan dengan adiknya. Ternyata Fattahilah dapat menghalangi kemajuan orang-orang Portugis dengan merebut kunci-kunci perdagangan Kerajaan Pejajaran di Jawa Barat yang belum masuk Islam, yaitu Banten dan Cirebon. Sementara itu, Trenggono sendiri berhasil menaklukan Mataram dipedalaman Jawa Tengah dan juga Singasari Jawa Timur bagian selatan. Pasuruan dan Panukuan dapat bertahan, sedangkan Blambangan menjadi bagian Kerajaan Bali yang tetap Hindu. Dalam usahanya untuk menyerang Pasuruan pada tahun 1546, Trenggono Wafat. Dengan wafatnya Sultan Trenggono, timbulah pertengkaran yang maha hebat di Demak tentang siapa yang menggantikannya.
Setelah Sultan Trenggono wafat muncul kekacauan dan pertempuran antara para calon pengganti Raja. Konon, ibukota Demak pun hancur karenanya. Para calon pengganti raja yang bertikai itu adalah anak Trenggono, Sunan Prawoto dan Arya Penangsang anak dari Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, adik tiri sultan trenggono yang dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu ayahnya merebut tahta Demak. Arya penangsang dengan dukungan dari gurunya Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak, mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.
Pada tahun 1549 menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto.

Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni Rangkud setuju. Ia lalu menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia pun tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.

Arya Penangsang juga membunuh adipati Jepara yang sangat besar pengaruhnya, istri adipati Jepara, Ratu Kalinyamat mengangakat senjata dan dibantu oleh adipati yang lain untuk melawan Arya Penangsang. Salah satunya adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ), menantu Sultan Trenggono yang berkuasa di Pajang ( Boyolali ). Akhirnya, Joko Tingkir dapat membuuh Arya Penangsang. Pada tahun 1586, Keraton Demak pun dipindah ke Pajang.
Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan penaklukannya atas Majapahit. Peristiwa gugurnya tokoh-tokoh penting Demak saat menyerang Blambangan yang eks-Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah pelajaran dari sejarah cerai-berai dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan.

Selasa, 23 Maret 2021

KEBUDAYAAN PACITAN

 Assalamualaikum selamat pagi semua

pada materi sebulumnya kita sudah mempelajari tentang kebudayang Dogson, nah kali ini kita akan mempelajari kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong, jika kebudayaan Bacson Hoabinh merupakan kebudayaan dari luar nusantara tepatnya dari Vietnam dan masuk ke wilayah nusantara di bawa oleh ras ras pendatang, sedangkan kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong adalah kebudayaan yang di kembangkan oleh manusia purba yang menghuni nusantara
adapaun tujuan dari pembelajaran hari ini adalah siswa dapat menjelaskan pengertian kebudayaan Pacitan serta perseberan kebudayaan Pacitan.

Kebudayaan Pacitan 

Kebudayaan Pacitan merupakan salah satu kebudayaan manusia purba di Indonesia yang sangat penting. Pacitan yang terletak di Jawa Timur ini, merupakan tempat yang menyimpan sejuta harta karun berupa peninggalan peradaban kuno. Selain artefak, Pacitan juga menyimpan banyak fosil manusia purba. Karena peninggalan sejarahnya, sudah banyak arkeolog yang berdatangan ke kota tersebut. Mungkin bila dilihat di zaman sekarang yang serba maju ini, sangatlah jauh berbeda dengan Pacitan 1000 tahun yang lalu. Bila sekarang, orang berkunjung ke Pacitan tentu ingin melihat keindahan laut samudera Indonesia. Tetapi, kota ini ternyata memiliki segudang artefak sejarah yang tidak kalah menarik. Kota Pacitan kian terkenal karena dianggap sebagai salah satu daerah yang memiliki 
peradaban zaman paleolitikum. Bila kita telusuri, peninggalan kebudayaan pada zaman batu tua atau paleolitikum ini tidaklah tersebar luas di Indonesia. Tercatat hanya terdapat 2 daerah yang menjadi patokan dan salah satunya kota yang sering dinamai dengan “1001 Goa”.
Menurut sejarah yang beredar zaman paleolitikum di Indonesia menyoroti 2 titik, yaitu daerah:
1. Pacitan
2. Ngandong
Kedua daerah tersebut terlihat kuat memiliki bukti- bukti otentik peradaban paleolitikum. Kebudayaan Pacitan muncul di Pacitan, sedangkan di daerah Ngandong, muncul kebudayaan Ngandong

Pengertian Kebudayaan Pacitan

Kebudayaan Pacitan adalah sebutan untuk kebudayaan manusia yang muncul dan berkembang di sekitar daerah Pacitan. Pada zaman dahulu, terdapat 2 jenis kebudayaan utama manusia purba, yaitu kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Keduanya memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun tantangan untuk menemukan peradaban ini tergolong sulit. Hal tersebut diakibatkan cagar alam yang sudah tidak singkron lagi dengan fakta yang tersebar. Padahal penemuan arkeologi sangat penting untuk membantu para arkeolog dalam menemukan beberapa penemuan prasejarah. Khususnya di daerah Pacitan ini, terdapat beberapa goa yang menjadi akses untuk mendapatkan informasi penting terkait zaman paleolitikum tersebut. Pacitan merupakan daerah yang sangat cocok untuk peradaban karena terdapat aliran sungai- sungai strategis yang menjadikannya tempat favorit untuk tempat tinggal.
Semua faktor tersebut mendukung lahirnya kebudayaan kuno Pacitan yang dikenal saat ini.

Ciri Ciri Kebudayaan Pacitan
Agar kalian dapat membedakan kebudayaan Pacitan dengan kebudayaan-kebudayaan manusia purba lainnya di Indonesia, terdapat beberapa ciri yang dapat kalian gunakan.
Ciri-ciri tersebut antara lain adalah :
  • Ditemukannya alat batu dan kapak genggam oleh von koeningswald, kapak geggam itu berbentuk kapak tapi tidak memiliki gagang.
  • Ditemukannya perkakas seperti kapak perimbas (chopper), kapak penetak, pahat genggam, dan alat serpih (flake).
  • Manusia purba di zaman itu jenisnya adalah pithecanthropus erectus.
Ciri utama dari kebudayaan ini adalah dominasi alat-alat yang terbuat dari batu. Inilah yang membedakannya dengan kebudayaan Ngandong yang mengandalkan alat-alat tulang.

Hasil Kebudayaan Pacitan

Kebudayaan Pacitan memiliki beberapa peninggalan sejarah yang cukup menarik. Berikut ini adalah beberapa peninggalan yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih ada

  • Kapak perimbas
  • Kapak genggam
  • Chopper
Dalam perjalanan dan penelitiannya di sekitar Pacitan, arkeolog asal Belanda yaitu Von Koenigswald menemukan beberapa peninggalan yang dianggapnya sebagai benda antik. Setelah timnya meneliti ternyata alat-alat tersebut merupakan alat yang sudah berumur dan kuno. Alat tersebut diantaranya kapak yang terbuat dari batu namun tidak memiliki tuas pegangan. Setelah penemuan kapak tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah Pacitan kapak-kapak tersebut memang tidak memiliki gagang atau pegangan. Dengan teknologi modern kapak tersebut memang merupakan kapak yang biasa digunakan oleh manusia untuk kebutuhannya.
Terlebih terdapat DNA yang cocok untuk menjabarkan aktivitas dan kebutuhan zaman kuno tersebut.
Penemuan kapak perimbas ini memperkuat asumsi bahwa peradaban Pacitan ini berada pada era paleolitikum dan masih memiliki teknologi yang relatif sederhana. Selain itu, pada masa paleolitikum, mayoritas alat perkakas manusia dibentuk dari 2 bahan yaitu tulang dan batu-batuan. Namun sayangnya tidak seperti batu, tulang dianggap oleh kebudyaan Pacitan sebagai benda yang mampu menghilang dan dapat terkikis oleh waktu. Oleh karena itu artefak sejarah yang dianggap sebagai peninggalan kebudayaan Pacitan umumnya terbuat dari batu. Saat ini penemuan tulang untuk kebutuhan zaman paleolitikum di Pacitan hanya berupa alat-alat dapur. Contohnya spatula untuk mengolah bahan makanan atau ramuan, dan itu pun tidaklah banyak ditemukan.Hal ini bertolak belakang dengan kebudayaan Ngandong yang terkenal akan perkakasnya yang terbuat dari tulang-tulang.

Persebaran Kebudayaan Pacitan


Beberapa daerah di Pacitan ternyata menjadi saksi bisu kehidupan zaman manusia kuno. Tempat- tempat populer di Pacitan yang sering ditemukannya penemuan kuno antara lain ialah:
  • Desa Punung
  • Sungai Baksoko
  • Dusun Krajan
Karena banyaknya goa di daerah Pacitan ini, memungkinkan bahwa peradaban Pacitan era paleolitikum berawal dari goa- goa yang tersebar. Hal tersebut didukung oleh beberapa temuan peralatan berburu seperti kapak di goa- goa yang tersebar di Pacitan.
Dapat disimpulkan kehidupan nomaden dari peradaban tersebut tersebar seiring ditemukannya goa- goa itu. Selain disekitar daerah Pacitan, kebudayaan ini juga sudah mulai menyebark ke seantero wilayah Indonesia. Tercatat, kebudayaan Pacitan ditemukan pula di daerah
  • Lahat (sumatera selatan)
  • Awangbangkal (kalimantan selatan)
  • Cabbenge (sulawesi selatan)
Penemuan ini menandakan bahwa kebudayaan Pacitan juga tersebar secara cukup merata di Indonesia. Sama seperti kebudayaan Ngandong yang juga sangat populer pada saat itu.

Manusia Pendukung Kebudayaan Pacitan

Manusia purba seperti Pithecanthropus Erectus dianggap sebagai ras manusia yang cocok akan peradaban batu di Pacitan. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa peralatan yang singkron dengan kebiasaan Pithecanthropus tersebut. Peralatan yang ditemukan dianggap menjadi peradaban tengah dari zaman batu. Peradaban tengah tersebut dianggap memiliki rentang waktu dari 2 juta sampai 11 ribu tahun yang lalu. Pada peradaban tengah itu disebut juga rentang waktu pleistosen. Gaya hidup manusia kuno di zaman tersebut hampir mirip dengan beruang. Mereka akan cenderung tinggal di goa- goa yang dirasa aman untuk berteduh. Tetapi ancaman dan kontur alam manusia purba akan didorong untuk mencari tempat yang lebih baik. Sehingga lahirlah istilah nomaden yang pada umumnya berpindah- pindah untuk periode tertentu. Pada zaman ini manusia seakan berpikiran simpel dengan tidak membuat hal- hal yang merepotkan contohnya bercocok tanam. Berburu adalah salah satu hal yang dianggap mudah bagi ras peradaban saat itu. Terlebih hutan sub- tropis Indonesia yang menawarkan beraneka ragam hewan dan tumbuhan. Tentunya peninggalan yang ditemukan di Pacitan adalah salah satu peninggalan yang mendukung akan aktivitas perburuan tersebut. Sebagai salah satu daerah yang menjadi saksi bisu peradaban paleolitikum, Pacitan menjadi daerah yang menarik untuk diteliti.
Peradaban paleolitikum atau zaman batu tua ini adalah salah satu zaman yang membuktikan bahwa manusia kuno tersebut mulai berpikir untuk menciptakan alat meskipun hanya bermodalkan batu. Mempelajari sejarah kuno menjadikan kita mengetahui pola pikir makhluk hidup untuk bertahan hidup.
Manusia purba adalah contoh bahwa setiap makhluk selalu memiliki pikiran untuk berubah dan berkembang. Meskipun hanya peninggalan purba, maka kita seharusnya tidak melupakan peradaban penting ini.

jadi perlu di ingat bahwa kebudayaan Pacitan ini mulai berkembang pada masa paleolitikum hal ini di buktikan oleh peralatan mereka yang menggunakan batu dan sangat sederhana, tidak ada aktivitas bercocok tanam pada masa itu dan kehidupan mengandalkan dari berburu atau food gathring, jadi dapat di simpulkan kebudayaan Pacitan lebih tua dari kebudayaan Bacson dan kebudayaan Dongson. 

 

Untuk yang ingin melihat vidio silahkan lihat vidio di bawah



Bagi yang belum memahami silahkan untuk japri via whatsapp,

Selasa, 16 Maret 2021

Kebudayaan Dongson

 Assalamualaikum selamat pagi semua semoga semuanya dalam keadaan sehat yah...

pada materi sebelumnya kita sudah mempelajari tentang kebudayaan bacson hoabinh, di katakan bahwa kebudayaan bacson ini berkembang di vietnam dan akhirnya menyebar sampai ke Nusantara, adapun masuknya kebudayaan ini melalui dua jalur yaitu jalur barat dan jalur timur, pada jalur barat yang membawa kebudayaan ini adalah Proto Melayu atau Melayu tua yang nantinya akan menjadi suku seperti Batak, Dayak dan Toraja sedangkan yang membawa kebudayaan ke arah timur adalah Papua Melanosoid yang nantinya menjadi suku suku di wilayah Indonesia bagian timur, nah pada materi hari ini kita akan melanjutkan pembahasan nya tentang kebudayaan dongson adapun tujuan pembelajaran hari ini adalah diharapkan setelah siswa mempelajari materi hari ini siswa dapat menjelaskan tentang kebudayaan dongson dan hasil hasil dari kebudayaan dongson

Sejarah Kebudayaan Dongson

Dalam perkembangan kebudayaan tumbuh di bagian Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM. Awalnya, berkembang Kebudayaan Dongson ini dimulai di Indochina, pada suatu masa peralihan yang dimulai sejak periode Mesolitik dan Neolitikum serta periode Megalitikum.
Ada juga Pengaruh kebudayaan Dongson sendiri sampai berkembang menuju Nusantara yang dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu. Dari semua yang ada dalam Kebudayaan Dongson, bisa dinyatakan suatu hasil karya kelompok dari bangsa Austronesia yang berdiam dan bermukim di bagian pesisir Annam, diperkirakan masa perkembangannya tersebut sekitar pada abad ke-5 sampai abad ke-2 Sebelum Masehi. Selanjutnya, pada kebudayaan dongson ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa. Dari semuan Masyarakat yang hidup pada masa kebudayaan dongson, sebagian dari mereka petani dan peternak yang ahli dibidangnya. Dalam hal ini, disebabkan oleh mereka punya keterampilan dalam menanam padi dan memelihara kerbau atau bab serta mereka juga terampil dalam memancing.
Pada kelangsung kehidupan masyarakat ini mereka semua hidup dan berdiam didaerah – daerah pematang pesisir, yang bisa melindungi mereka dari bahaya banjir. Lalu, dengan rumah yang dibuat seperti panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur menaungi emperannya. Selain itu, banyak dari mereka seorang pelaut, yang berlayar hampir di seluruh Laut China dan ada dari sebagiannya sampai ke laut-laut selatan dengan memakai perahu yang panjang.

Jalur Persebaran Kebudayaan Dongson
Bangsa Deutro Melayu melakukan persebaran kebudayaan Dongson ke Indonesia melalui jalur Barat, yaitu Vietnam – Malaysia – Sumatera – Nusantara. Kedatangan bangsa Deutro Melayu di Indonesia berlansung pada sekitar tahun 500 Sebelum Masehi. Pengaruh Dongson di Indonesia berupa sistem teknologi dan kesenian, sistem kepercayaan, ilmu pengetahuan dan sistem ekonomi. Dalam sistem teknologi dan kesenian, hasil kebudayaan Dongson yang dapat ditemukan di Indonesia adalah : Bejana, perunggu, Nekara perunggu, Perhiasan perunggu, Ara Perunggu, Kapak Corong, Manik-manik.

Ciri-Ciri Kebudayaan Dongson

Sebagai salah satu kebudayaan yang merupakan kebudayaan zaman logam, atau lebih tepatnya zaman perunggu, kebudayaan Dongson sudah memiliki kebudayaan yang kompleks dan teknologi yang tinggi.
Berikut ini adalah ciri-ciri yang membedakan kebudayaan Dongson dengan kebudayaan-kebudayaan lainnya
  • Peralatan yang terbuat dari logam
  • Kebudayaan yang dipengaruhi beberapa aliran
  • Pola hiasan unik
  • Hidup menetap
  • Sistem kepercayaan yang sudah semakin kompleks

                                    Gambar bercocok tanam 
Agar kalian lebih paham, akan dijelaskan secara lebih rinci ciri-ciri tersebut dibawah ini

1. Peralatan Terbuat dari Logam
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, kebudayaan satu ini identik dengan zaman perunggu. Dimana banyak sekali alat-alat rumah tangga atau untuk kebutuhan lainnya yang terbuat dari logam, tepatnya logam perunggu.Hal ini terjadi karena sudah terdapat kelompok masyarakat yang mendalami ilmu pengolahan logam dan pembuatan alat-alat sehari-hari. Terbentuknya kelompok masyarakat dengan keterampilan khusus ini juga membuat kebudayaan Dongson sebagai salah satu kebudayaan utama dalam masa perundagian di Indonesia.

2. Kebudayaan dipengaruhi Beberapa Aliran
Banyaknya aliran yang mempengaruhi kebudayaan ini dapat dilihat melalui peninggalan benda arkeolognya yang mirip dengan motif di beberapa wilayah. Misalnya motif benda yang mirip dengan yang ada di Kerajaan China. Selain itu, banyaknya aliran ini juga mempengaruhi bahan pembuatan peralatan yang berupa perunggu. Benda perunggu tersebut banyak yang ditemukan di Indonesia.
Budaya-budaya ini nantinya akan menyebabkan terjadinya asimilasi serta akulturasi budaya kedalam kebudayaan Dongson ini.Sehingga, muncul banyak sekali variasi kebudayaan, sesuai dengan wilayah masing-masing serta kearifan lokal dan norma-norma yang berlaku di wilayah tersebut.

3. Pola Hiasan Unik
Umumnya alat-alat serta artefak yang ditinggalkan oleh kebudayaan dongson memiliki pola hiasan yang relatif unik. Hiasan-hiasan ini umumnya dibentuk dengan pola-pola geometri yang juga menjadi ciri khas dari kebudayaan ini. Bentuk geometri-geometri yang sering digunakan antara lain adalah spiral, segitiga, dan garis-garis geometris yang simetris dan juga saling bersinggungan.

4. Hidup Menetap
Manusia dalam kebudayaan dongson sudah hidup menetap dalam kelompok-kelompok sosial tertentu. Hal ini terjadi karena mereka sudah mengerti cara membuat rumah permanen serta melakukan aktivitas pertanian subsisten dan peternakan sederhana. Dengan pola hidup yang menetap dan pembagian pekerjaan, nantinya akan terbentuk sistem sosial hierarkis dan juga pembagian pekerjaan. Pembagian pekerjaan inilah yang nantinya akan menghasilkan kelompok-kelompok tertentu dengan spesialisasi keahlian tertentu, sehingga mampu mengolah logam, atau bertani, dan menjalankan fungsi-fungsi spiritual tertentu.

Aspek Spiritual Kebudayaan Dongson
Senada dengan zaman-zaman sebelumnya, manusia yang berasal dari kebudayaan Dongson ini rata-rata masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme, seperti leluhur mereka.
Kepercayaan ini merupakan konsep yang mempercayai bahwa roh nenek moyang masih menjaga dan mengawasi kehidupan mereka. Oleh karena itu, roh-roh nenek moyang tersebut harus senantiasa dihormati. Selain itu, mereka juga percaya untuk meminta bantuan dan berdoa kepada roh-roh leluhur tersebut.

Peninggalan Kebudayaan Dongson

Sebagai salah satu kebudayaan utama yang menggunakan perunggu dalam pembuatan alat-alat sehari-hari mereka, maka peninggalan-peninggalan dari kebudayaan Dongson tentunya juga berupa alat perunggu.

Berikut ini adalah beberapa hasil peninggalan kebudayaan dongson yang harus kalian ketahui
  • Nekara perunggu
  • Perhiasan perunggu
  • Arca perunggu
  • Bejana perunggu
  • Kapak corong
Agar kalian lebih paham, peninggalan-peninggalan tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci dibawah ini

1. Nekara Perunggu

Nekara perunggu merupakan salah satu peninggalan sejarah dari Kebudayaan Dongson yang lumayan banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia. Artefak tersebut ditemukan di Kepulauan Kei, Pulau Selayar, Pulau Sengean, dan juga di daerah Bali. Nekara yang ditemukan di daerah timur Indonesia memiliki ukuran yang lebih besar daripada neraka di bagian Indonesia barat. Nekara perunggu memiliki bentuk unik yaitu menyerupai dandang yang telungkup. Bentuk ini juga dapat dikatakan seperti bentuk kerumbung dimana memiliki bagian atas dan tengah yang telah tertutup dan memiliki pinggang. Keunikan peninggalan kebudayaan ini telah disimpan di museum sejarah dan dapat dikunjungi secara bebas.

                                              Gambar Nekara Perunggu
2. Perhiasan Perunggu
Peninggalan sejarah Kebudayaan Dongson berikutnya yaitu Perhiasan perunggu yang dapat dijumpai di kawasan Malelo, Gilimanuk, Rembang, dan juga Anyer.Perhiasan penting dan bersejarah ini berupa cincin, kalung, gelang, dan juga beragam anting yang terbuat dengan logam perunggu. Peninggalan tersebut telah dialihkan sebagai warisan budaya dan tersimpan apik di museum.


                                            Gambar Perhiasan Perunggu

3. Arca Perunggu

Arca yang merupakan peninggalan kebudayaan yang berasal dari Vietnam ini terbuat dari perunggu dengan bentuk yang bervariasi. Terdapat bentuk orang yang memegang anak panah maupun busur panah, patung menunggang kuda, serta patung orang yang sedang menari. Masih banyak lagi bentuk arca perunggu lainnya yang mungkin belum ditemukan sampai detik ini. Arca perunggu di Indonesia ditemukan di beberapa wilayah. Wilayah tersebut yaitu Plembang, Bogor, Lumajang, serta kawasan Bangkina yang ada di Riau. Arca ini diyakini sebagai peninggalan Kebudayaan Dongson karena terbuat dari perunggu dan motifnya yang memiliki kesamaan dengan peninggalan lainnya.



                                                             Gambar Arca Perunggu

4. Bejana Perunggu
Penemuan penting selanjutnya yaitu bejana perunggu yang hanya ditemukan di kawasan Madura dan Kerinci.Bejana ini memiliki motif yang unik berupa huruf “J” yang membentuk gambar pilin yang tersusun secara geometri. Bejana perunggu memiliki bentuk menyerupai periuk dengan bentuk yang langsing. Bentuk dan motifnya yang unik ini memiliki keindahan tersendiri khas Dongsan.


                                                              Gambar Bejana Perunggu

5. Kapak Corong

Kapak corong merupakan salah satu peninggalan Kebudayaan Dongson yang ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia. Artefak tersebut ditemukan di sekitar wilayah Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan juga Jawa. Kapak corong juga dapat ditemukan di sekitar kawasan Danau Sentani. Kapak corong yang bisa juga disebut dengan kapak sepatu ini memiliki bentuk unik dan dibuat dari bahan perunggu. Kapak ini memiliki bentuk sebilah kapak dan pada bagian atas berbentuk sebuah corong. Corong ini dapat digunakan sebagai tempat menaruh tangkai kayu dengan bentuk siku.


                                                                Gambar Kapak Corong
Jika kita lihat dari hasil kebudayaan nya, kebudayaan Dongson tentunya lebih maju dari pada kebudayaan sebelum nya ini dapat kita lihat dari peralatan peralatan dan cara mereka hidup pada kebudayaan Dongson masyarakat pada saat itu sudah mengenal sistem bercocok tanam dan berternak ( Food Producing ) tidak lagi mengandalkan makanan dari alam ( Food gathering ) dengan demikian mereka tidak lagi hidup secara nomaden atau berpindah pindah melainkan sudah hidup menetap, dengan hidup menetap kehidupan manusia pada masa itu sudah mulai terstruktur hal ini lah yang membuat kehidupan pada masa itu semangkin berkembang. 
sampai di sini materi kali ini saya harap kalian dapat memahaminya
jika ingin melihat dalam bentuk vidio silahkan tonton vidio di bawah ini



Kerajaan Islam di Sulawesi

 Assalamulaikum selamat pagi semua, semoga dalam keadaan sehat pada materi sebelumnya kita mempelajari tentang kerajaan Islam yang ada di Ka...